| Liputan6.com, Jakarta - Serikat buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2019 sebesar 8,03 persen. Kenaikan ini berdasarkan Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan Nomor 8.240/M-Naker/PHI9SK-Upah/X/2018 tentang Penyampaian Data Tingkat Inflasi Nasional dan Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Tahun 2018 per tanggal 15 Oktober 2018. "Buruh terang-terangan menolak kenaikan upah minimum 2019 sebesar 8,03 persen. Sebab kenaikan sebesar itu akan membuat daya beli kaum buruh makin menurun akibat kenaikan upah minimum yang rendah," ujar Presiden KSPI Said Iqbal saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Selasa (16/10/2018). Padahal secara bersamaan, lanjut dia, di tengah melemahnya rupiah terhadap dolar AS dan meningkatnya harga minyak dunia, berpotensi membuat harga-harga barang kebutuhan dan BBM jenis premium akan naik. "Apalagi, sekarang harga BBM jenis Pertamax sudah mengalami kenaikan. Efeknya, apabila Premium naik, maka akan menimbukan kenaikan harga-harga barang lainnya. Seperti harga kebutuhan pokok, transportasi, sewa/kontrak rumah, dan kenaikan harga-harga lainnya," ungkap dia. Oleh karena itu KSPI mengusulkan kenaikan upah minimum adalah berkisar 20 persen-25 persen, bukan 8,03 persen. Selain itu, upah minimum sektoral sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 harus tetap diberlakukan. "Kenaikan UMP yang hanya 8,03 persen tidak akan memberikan manfaat bagi kaum buruh dan rakyat kecil di tengah kenaikan harga-harga barang yang oleh Rizal Ramli diperkirakan akan terjadi bulan Desember 2018. Padahal upah minimum mulai berlaku Januari 2019," tandas dia. Let's block ads! (Why?) October 16, 2018 at 11:45AM via Berita Hari Ini, Kabar Harian Terbaru Terkini Indonesia - Liputan6.com https://ift.tt/2OYokUA |
No comments:
Post a Comment